Sabtu, 19 Januari 2013

Filsafat dalam Pendidikan Matematika



Dalam perkuliahan filsafat matematika di semester ini, saya mendapat banyak pengetauan dan manfaat dari perkuliahan ini. Sebelum belajar filsafat seringkali kita berpikir bahwa filsafat itu hanyalah untuk orang-orang hebat. Seringkali orang beranggapan bahwa filsafat merupakan suatu ilmu yang sangat tinggi, bahwa apabila ada orang berbicara ada kata “Filsafat” pasti lawan bicara langsung menaggapi bahwa “Bahasa tingkat tinggi”. Banyak orang juga yang akan mengatakan bahwa dirinya tidak dapat atau tidak mampu berfilsafat. Kita seringkali tidak menyadari bahwa dalam kehidupan kita, kita selalu berfilsafat hanya saja karena kita tidak mengerti akan pengertian filfasat sehingga kita salah kaprah dalam memaknai filsafat.
Secara harafiah filsafat yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya.
Apabila mencermati pengertian filsafat di atas, kita akan menemukan bahwa ternyata filsafat itu sangat berkaitan erat dengan kehidupan. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan dapat kita jadikan sebagai filsafat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu olah pikir manusia. Jadi setiap pemikiran manusia itu adalah filsafat sehingga tidak lain dan tidak bukan filsafat itu adalah diri kita sendiri.
Memperhatikan dari kehidupan kita, hal-hal yang kita lakukan mulai dari bangun pagi hingga tertidur lelap, sessungguhnya filsaftat itu ada. Namun seringkali kita tidak memperhatikan itu, yang kita tahu hanya sebatas melakukan dan menjalani kehidupan ini tapa memaknai apa yang akan, sedang dan telah kita lakukan sebagai rutinitas saja. Kita hanya mengingat kejadian itu tanpa mengambil makna atau pembelajaran dari kehidupan itu. Yang kita tahu hanya peristiwa itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyedihkan. Bahkan kita tidak pernah tahu atau mengingat apa yang telah kita lakukan.
Di dalam filsafat tidak ada pangkal dan tidak ada ujung. Di dalam filsafat tidak ada yang tidak mungkin, di dalam filsafat selalu berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa filsafat merupakan ilmu olah pikir, studi tentang fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita. Filsafat tidak bisa kita dapatkan dari eksperimen atau percobaan, karena filsafat itu sifatnya murni, tidak dibuat-buat, tidak ada yang mampu membuat filsafat. Filsafat akan datang dengan sendirinya. Filsafat akan selalu menembus ruang dan waktu, sehingga filsafat itu akan bersifat relatif, tidak ada tolok ukur mengenai semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Tidak ada yang dapat membenarkan dan menyalahkan semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Semua bergantung bagaimana kita memikirkannya, dari sisi atau segi apa kita melihat dan memikirkannya. Mengingat bahwa filsafat berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada maka, tidak ada yang dapat membatasi pikiran kita, sehingga tidak ada yang bisa membatasi filsafat. Manusia itu mempunyai dimensi yang lengkap, yaitu dimensi material, spiritual, formal, dan normatif.
Ruang itu dibatasi, dimensi yang mudah yaitu dimensi nol, dimensi satu, dimensi dua, dimensi tiga, dan yang lebih sulit yaitu dimensi empat, yang ruang awam mungkin tidak dapat memikirkannya. Orang matematika dapat menyebutkan ruang sampel, ruang acak, bangun ruang, dan sebagainya. Ruang dalam filsafat dapat meliputi normatif, formal, material, spiritual, suami istri, anak, dosen, mahasiswa, yang ada dan yang mungkin ada. Kemudian apa yang disebut dengan menembus, misalnya  dikenalnya diri kita di kampung mempunyai kemampuan yg berbeda itu sebagai menembus ruang dan waktu secara formal. Apa yang disebut dengan waktu? Imannuel Kant membagi waktu menjadi tiga, yaitu waktu yang berurutan, berkelanjutan, dan berkesatuan. Untuk memahami waktu kita membutuhkan ruang. Mengapa demikian? Dalam menunjukan waktu, biasanya kita menggunakan jam, jam itulah sebagai ruang.
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama.
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani).
Aliran-aliran dalam filsafat
1.      Rasionalisme
Rasionalisme adalah filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia. Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz, Socrates, Baruch Spinoza dan Spinoza.
2.      Empirisme
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme.
3.      Realisme
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung. Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan structural.
4.      Idealisme
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.
5.      Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia. Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
6.      Pragmatisme
Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.

Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge, sedangkan menurut fallibilis mathematicak truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction (Ernest, 1991).
Menurut Woozley pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas , tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan logika eduktif dan makna dari istilah-istilah, secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras pengetahuan a posteriori memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia. Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas dua jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan logika yang berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik kesimpulan dan bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi, seperti deduksi logika cukup untuk menetapkan kebenaran matematika. Menurut Wilder (dalam Ernest, 1991), pandangan absolutis menemui masalah pada permulaan permulaan abad 20, ketika sejumlah antinomis dan kontradiksi yang diturunkan dalam matematika. Russel telah menunjukkan bahwa sistem yang dipublikasikan Gottlob Frege tahun 1879 dan 1893 tidak konsisten. Kontradiksi lainnya muncul dalah teori himpunan dan teori fungsi. Penemuan ini berakibat terkuburnya pandangan absolutis tentang matematika. Jika matematika itu pasti dan semua semua teoremanya pasti, bagaimana dapat terjadi kontradiksi di antara teorema-teorema itu? Tesis dari fallibilis memiliki dua bentuk yang ekivalen, satu positif dan satu negatif. Bentuk negatif berkaitan dengan penolakan terhadap absolutis; pengetahuan matematika bukan kebenaran yang mutlak dan tidak memiliki validitas yang absolut. Bentuk positifnya adalah pengetahuan matematika dapat dikoreksi dan terbuka untuk direvisi terus menerus.
Aliran dalam Matematika
Formalisme
Formalis seperti David Hilbert (1642 –1943) berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang sebagai bahasa matematika. Hal ini disederhanakan sebagai deretan permainan dengan rangkaian tanda –tanda lingistik, seperti huruf-huruf dalam alpabet Bahasa Inggeris. Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2, II atau SS0. Pada saat kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan secara matematika, tetapi sebaliknya istilah matematika tidak memiliki sebarang perluasan makna (Anglin, 1994). Formalis memandang matematika sebagai suatu permainan formal yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan pada kertas, yang mengikuti aturan (Ernest, 1991). Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Ada bermacam keberatan terhadap formalisme, antara lain; (1) formalis dalam memahami obyek matematika seperti lingkaran, sebagai sesuatu yang kongkrit, padahal tidak bergantung pada obyek fisik; (2) formalis tidak dapat menjamin permainan matematika itu konsisten. Keberatan tersebut dijawab formalis bahwa (1) lingkaran dan yang lainnya adalah obyek yang bersifat material dan (2) meskipun beberapa permainan itu tidak konsisten dan kadang-kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian (Anglin, 1994).

Intuisionisme
Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991). Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1) intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).
Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Pengakuan Bertrand Russell menerima logisime adalah yang paling jelas dan dalam rumusan yang sangat ekspilisit. Dua pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu (1) semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika; (2) semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata (Ernest, 1991). Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
1. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.
2. Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.
3. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
            Dari uraian di atas terlihat bahwa matematika berkaitan erat dengan filsafat. Matematika sangat membutuhkan logika dalam berpikir belajar matematika tanpa adanya logika tidak akan mampu menyelesikannya. Belajar matematika juga sangat membutuhkan kerativitas dan berpikir kritis. Namun saat ini seringkali intuisi siswa yang telah direbut oleh guru, karena guru mengajar hanya lah memberi materi dan rumus tanpa mengajarkan atau memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri rumus itu diperoleh. Mungkin alasan guru melakukan itu hanyalah untuk mengejar ujian akhir nasional. Pada ujian akhir nasioanal yang dibutuhkan hanyalah jawaban yang benar tanpa mempedulikan bagaiaman siswa dapat memperoleh jawaban itu, sehingga guru hanya menjejali siswa dengan rumus-rumus. Guru menganggap bahwa awal menemukan langkah atau rumus itu tidaklah penting. Sehingga kreativitas siswa sangat kurang berkembang. Berbeda dengan pendidikan luar negeri yang sangat menghargai hasil karya siswa di sekolah. Kurikulum di Indonesia pun nampak tidak memperhatikan kemampuan siswa, pemerintah kurang memperhatikan kurikulum tersebut apakah layak dan pantas  untuk diterapkan pada pendidikan di Indonesia. Kurikulum yang mudah sekali berubah sangat menyulitkan guru dan siswa dalam pembelajaran. Di laur negeri setiap siswa berhak ikut menentukan kurikulum yang digunakan di sekolah karena kurikulum di luar negeri menggunakan kurikulum satuan pembelajaran sehingga setiap guru, setiap matapelajaran dan bahkan setiap materi mempunyai kurikulum yang berbeda.

Sebagian Kecil Mengenai Pendidikan di Australia




Banyak sekali implementasi dari pelajaran filsafat dalam pendidikan. Melihat dan memperhatikan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di luar negeri maka akan ditemukan banyak sekali perbedaan. Misalnya saja pendidikan di Australia. Di university of Melbourn Australia, akan menjalin hubungan yang baik dengan sekolah-sekolah. Hubungan yang terjalin ini dipergunakan sebagai kepentingan dan kegiatan pembelajaran mahasiswa universitas tersebut. Seorang dosen akan berusaha membimbing mahasiswa-mahasiswanya dalam perkuliahan di sekolah yang telah menjadi partner dalam dunia pendidikan. Adanya hubungan yang baik dengan sekolah akan membantu mahasiswa untuk dapat mempraktekkan langsung sebagai seorang guru. Di Australia hubungan yang baik tidak hanyak dilakukan saat kuliah kerja nyata (KKN) dan praktik pengalaman lapangan (PPL), namun dalam perkuliahan biasapun mahasiswa dapat mempraktekannya di sekolah, misalnya praktek dalam pembelajaran IPA. Mahasiswa dengan dibimbing oleh dosen dari kampusnya, dapat mempraktekan percobaan yang diperolehnya dari perkuliahan di kampusnya kepada siswa siswi di sekolah. Dalam praktek di sekolah, biasanya akan terdiri dari 5-6 orang dengan 1 dosen pembimbing. Sebelum pembelajarn dimulai, dosen dan mahasiswa harus datang lebih awal daripada siswa, sebelum siswa datang mahasiswa beserta dosen pembimbingnya akan mempersiapkan segala alat dan instrument yang akan digunakan dalam pembelajaran, seperti alat peraga, RPP, LKS dan silabus.
Berbeda dengan pembelajaran di Indonesia, di Australia setiap siswa wajib dan berhak memberi komentar untuk gurunya dan menentukan materi ajar yang diingin diajarkan pada pertemuan berikutnya, sehingga siswa juga menentukan kurikulum pembelajaran. Sistem pendidikan di Australia juga menggunakan potofolio, sehingga setiap lembar kerja siswa, ulangan ataupun latihan soal akan disusun pada masing-masing map siswa, sehingga apabila orangtua ada yang menanyakan, guru akan mudah menunjukkannya. Sekolah-sekolah di Indonesia dengan di Australia pun sangat jauh berbeda, misalnya saja sekolah dasar di Australia seluruh ruang kelas akan dilengkapi dengan buku dan referensi yang sekiranya dibutuhkan di kelas sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan mudah dalam mencari sumber referensi. Di setiap ruangan akan terpajang berbagai macam hiasan dan tempelan hasil karya siswa, dengan begitu hasil karya siswa akan merasa dihargai, jadi di Australia sekecil apapun hasil karya siswa sangat dihargai, sehingga siswa senang untuk belajar dan berkreasi. Perpustakaan di Australia juga dilengkapi dengan komputer yang dapat siswa gunakan sebagai pencariaan buku di dekatnya telah diberi petunjuk penggunaan komputer. Perpustakaan di sekolah tidak hanya tersedia rak-rak yang penuh buku yang membuat siswa enggan dan bosan untuk masuk, namun perpustakaan juga dijadikan sebagai ruang belajar pelajaran dan jadwal penggunaakan perpustakaan telah disusun sehingga tidak terjadi perebutan jadwal dan siswa pun tidak merasa bosan dalam belajar. Seperti halnya dengan ruangan-ruangan yang lain, ruang perpustakaan juga terpajang banyak tempelan, selain hasil karya siswa, di perpustakaan juga tertempel banyak kata-kata dan pesan-pesan atau peringatan-peringatan sebagai motivasi siswa untuk gemar membaca. Buku-buku yang terdapat diperpustakaan juga bukan saja buku-buku biasa namun juga terdapat buku-buku dengan pengarang-pengarang hebat di dunia.

Refleksi Jawaban Mengenai Filsafat





Dari pertanyaan “Bagaimana belajar ilmu ikhlas, terkadang pada kenyataannnya susah untuk merealisasikan? Seperti yang kita ketahui bahwa memang tidak mudah untuk bersikap ikhlas. Dari pengalaman seorang mahasiswa, pengalaman seorang akademik, dapat dirasakan pengalaman social, pengalaman pribadi, pengalaman filsafat, pengalaman psikologis. Ilmu ikhlas berkaitan dengan tingkat kualitas beribadah, yang telah dituliskan dalam elegy-elegi Ritual Ikhlas. Dalam elegy-elegi Ritual Ikhlas dijalaskan macam-macamm dan prinsip-prinsip keikhlasan. Ikhlas seharusnya harus didasari dengan ikhlas hati dan ikhlas pikir. Berbicara mengenai ikhlas, berbicara mengenai diri sendiri. Dalam menjalPak Marsigitkehidupan, manusia hendaknya dilakukan berdasarkan epistomologi agama dan kepercayaan masing-masing. Misalnya epistimologi Islam untuk yang beragama Islam, epistimologi Kristen untuk yang beragama Kristen, epistimologi Katolik untuk yang beragama Katolik, dan seterusnya Estimologi sama artinya dengan metode-metode, hanya saja kata epistimologi akan lebih chemistry digunakan.  Contohnya menunaikan ibadah haji bagi kaum muslim. Atau misalnya saja dalam resepsi pernikahan, maka sambutan yang digunakan adalah kebahagian, bukan sambutan duka. Dalam kehidupan berkeluarga, hendaknya suami istri saling membantu dan melengkapi. Berpikir itu sangat bermanfaat untuk menunjang keimanan, namun keimanan itu tidak cukup hanya dengan berpikir, yang dominan adalah hati. Nilai ibadah itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Dalam membaca kitab suci tanpa mengetahui maknanya belum dapat dikatakan ibadah. Untuk dapat melakukan ilmu ikhlas yang terpenting adalah dengan selalu beribadah dan mendekatkan diri terhadap Tuhan.
Apakah dua sekarang dan dua di masa lalu apakah itu aritmatika sebagai proses? berpikir itu reason. Human reason itu pikiran manusia dan pengalaman manusia. Human reason hukum analitik sedangkan pengalaman itu hukumnya sintetik. Analitik itu subyek=predikat. Di dunia ini tidak pernah ada subyek=predikat, itu hanyalah di dalam pikran saja. Hanya Tuhan yang mampu menjadi subyek sekaligus predikat.maka manusia tidak pernah bisa sama dengan namanya.  Di dalam matematika subyek=obyek itu hanya saja diandaikan yang hanya mendapatkan konsistensi saja. Misal 2=2, tidak ada pernah ada di dunia, itu hanya ada di dalam pikiran kita, karena di dunia ini terikat ruang dan waktu. Dua yang sekarang tidak akan pernah sama dengan dua yang terakhir akan menjadi persoalan. Jadi aku tidak akan pernah menjadi aku selama aku di dunia ini. Maka sebenar-benarnya orang di dunia ini tidak akan pernah bisa mengetahui dirinya, hanya bisa menggapai. Untuk bisa mengetahui dirinya perlu pertolongan Tuhan. Maka cara berpikir ini bersifat kebenaran koheren, yaitu benar jika itu konsisten. Di dunia ini selalu bersifat kontradiktif, predikat tidak sama dengan subyeknya. Maksudnya dapat dicontohkan Pak Marsigitberbicara, berbicara itu bukan Pak Marsigit, berbicara hanya sifatnya. Pak Marsigit yang mana? Pak Marsigit meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Pak Marsigigit material itu, kepalanya, Pak Marsigit foramal itu tulisannya, Profesor Dr Marsigit, M.A. Pak Marsigit normative itu pikirannya. Pak Marsigit spiritual itu doa-doanya. Pak Marsigit capitalism itu untung-ruginya. Pak Marsigit ditarminism itu perintah-perintahnya. Pak Marsigit demokratis itu saran-saran atau kritik-kritik kepada dirinya. Filafat itu tidak lain tidak bukan diriku.
Dalam usaha manusia hanya mampu meraih jawaban dari yang ada dan yang mungkin ada yang berbau di dunia saja kemudian bagaimana kita dapat memahami dan mengetahui mengapa kita ada? Di dalam elegy telah dituliskan berbagai macam elegi, bukan saja elegy duniawi namun juga elegy spiritual, serpeti elegy ritual ikhlas dan sebagainya. Dan untuk perjuangan dalam keluarga dapat dibaca elegy Dewi Umaya.
Bagaimana untuk meraih intuisi? Dalam hidup ini 80-90% terdiri dari intuisi. Misaknya saja kapan kita bisa menentukan besar atau kecil. Intuisi lawan dari orang-orang yang latah membuat definisi. Tidak semua hal dan benda dapat didefinisikan. Intuisi diperoleh dengan interaksi. Saat kita tidak tahu arah mata abgin, saat itu juga intuisi kita kehilangan intuisi ruang. Untuk menenukan intuisi ruang kembaki maka haruslah menyatukan hati dan pikiran. Apabila hati dan pikiran telah menyatu maka akan timbul rasa nyaman. Intuisi sebagai produk bisa sebagai mitos. Mitos artinya tidak mengerti namun melakukannya. Maka beribadah itu dapat menjadi mitos, apabila dilakukan namun tidak mengerti maksud dan tujuannya. Misal seorang anak beribadah hanya karena mengikuti orangtuanya tanpa mengerti maksud dan tujuannnya. Namun tidak selamanya mitos itu buruk. Hampir semua anak belajar dari intuisi. Matemaika murni juga menggunakan intuisi murni. Sebagai seorang guru, haruslah mengembalikan intuisi siswa, dengan mengganti teori pembelajaran denan hakikat matematika sebagai kegiatan bukan sebagai ilmu.

Menembus Dimensi Ruang dan Waktu



Berbicara mengenai filsafat itu tidak akan pernah ada habisnya. Di dalam filsafat tidak ada pangkal dan tidak ada ujung. Di dalam filsafat tidak ada yang tidak mungkin, di dalam filsafat selalu berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Mengapa bisa demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menjawab terlebih dahulu “Apa itu filsafat?”, “Mengapa harus ada filsafat?”. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa filsafat merupakan ilmu olah pikir, studi tentang fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita. Filsafat tidak bisa kita dapatkan dari eksperimen atau percobaan, karena filsafat itu sifatnya murni, tidak dibuat-buat, tidak ada yang mampu membuat filsafat. Filsafat akan datang dengan sendirinya. Untuk menjawab “Mengapa harus ada filsafat?”, kita dapat menanayakan kembali “Mengapa harus ada pikiran?”. Mengapa demikian? Karena filsafat merupakan olah pikir manusia, maka filsafat itu pasti ada dalam diri kita. Tidak lain dan tidak bukan filsafat itu adalah “Diriku, Dirimu, Diri Kita”, itu filsafat. Sehingga filsafat tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan dalam diri kita.
Filsafat akan selalu menembus ruang dan waktu, sehingga filsafat itu akan bersifat relatif, tidak ada tolok ukur mengenai semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Tidak ada yang dapat membenarkan dan menyalahkan semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Semua bergantung bagaimana kita memikirkannya, dari sisi atau segi apa kita melihat dan memikirkannya. Mengingat bahwa filsafat berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada maka, tidak ada yang dapat membatasi pikiran kita, sehingga tidak ada yang bisa membatasi filsafat.
Sesuatu makhluk bisa menembus ruang dan waktu itu sangat hebat dan luar biasa. Kalau kita berpikir filsafat maka cara berpikirnya profesional, dengan ciri-ciri berpikirnya  lebih spesifik, dapat diberi contoh, sangat mudah dengan struktur bahasa. Melihat menembus ruang dan waktu belum ada subyek,  maka perlu ditambah siapa? Maksudnya, siapa yang menembus ruang dan waktu? Sesungguhnya tidak lain dan tidak bukan diriku, dirimu lah yang dapat menembus ruang dan waktu, atau dirimu bagian yang mana yang menembus ruang dan waktu. Manusia itu mempunyai dimensi yang lengkap, yaitu dimensi material, spiritual, formal, dan normative.
Karakter menembus ruang dan waktu dalam material, sebagai contohnya, apabila kita terjun dari pesawat menggunakan parasut, saat itu lah kita menembus ruang dan waktu secara material dengan menggunakan parasut. Menembus ruang dan waktu secara formal adalah dokumen (SK kenaikan jabatan). Sedangkan pikiran ku, filsafatku menembus ruang secepat kilat, pikiran kita bisa di Jakarta, kemudian ke Melbouren,  dst begitu cepat, merupakan contoh menembus ruanag dan waktu secara normaltif. Dalam spiritual menembus ruang dn waktu adalah doa, kita tahu bahwa doa lebih cepat dari pikiran.
Sebuah batu menembus walaupun duduk disitu selamanya, sadar maupun tidak sadar batu juga menembus ruang dan waktu. Batu akan mengalami pengkikisaan karena hujan dan panas. Untuk lebih memahami makna dari menembus ruang dan waktu, terlebih dahulu kita harus mengerti,  apa yg di sebut ruang, apa yang disebut dengan waktu dan apa yang di sebut dengan menembus?
Ruang itu dibatasi, dimensi yang mudah yaitu dimensi nol, dimensi satu, dimensi dua, dimensi tiga, dan yan lebih suli yaitu dimensi empat, yang ruang awam mungkin tidak dapat memikirkannya. Orang matematika dapat menyebutkan ruang sampel, ruang acak, bangun ruang, dan sebagainya. Ruang dalam filsafat dapat meliputi normatif, formal, material, spiritual, suami istri, anak, dosen, mahasiswa, yang ada dan yang mungkin ada. Kemudian apa yang disebut dengan menembus, misalnya  dikenalnya diri kita di kampung mempunyai kemampuan yg berbeda itu sebagai menembus ruang dan waktu secara formal. Apa yang disebut dengan waktu? Imannuel Kant membagi waktu menjadi tiga, yaitu waktu yang berurutan, berkelanjutan, dan berkesatuan. Untuk memahami waktu kita membutuhkan ruang. Mengapa demikian? Dalam menunjukan waktu, biasanya kita menggunakan jam, jam itulah sebagai ruang.
Metodologi menembus ruang dan waktu, yaitu (1) pemahaman kita tentang fenomenologi (Tokohnya yaitu Husserl) menembus ruang dan waktu (2) pemahaman tentang fondasionalism dan anti fondasionalism. Apa itu yang dimaksud dengan fenomenologi? Fenomenologi terdiri dari idealisasi dan abstraksi. Idealisasi adalah menganggap sempurna yang ada. Perllu digaris bawahi, hanya mengaanggap saja, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Abstraksi, sebenar-benar manusia itu abstraksi karena manusia hanya dapat dipilih dan memilih, hanya melihat satu atau beberapa dari banyak titik dan tidak akan bisa meihat keseluruhan dalam waktu yang bersamaan. Manusia hanya bisa melihat apa yang ada di depan kita, dan tidak akan pernah bisa melihat apa yang ada dibelakang mata kita. Dapat dikatakan bahwa hakikat abstraksi adalah reduksi.
Abstraksi atau reduksi pikiran berarti tidak perlu memikirkan apa yang tidak perlu dipikirkan. Husser sebagai salah satu tokoh fenomenologi merumuskan sebuah tempat bernama “rumah epoke” sebagai tempat untuk menyimpan hal-hal yang tidak perlu kita pikirkan atau orang awam mengatakan “jangan diperhatikan”. Contoh jika materialnya itu ilmu, maka formalnya adalah ilmu pengetahuan, normanya adalah logos atau filsafat, dan spiritualnya adalah ciptaan. Kita bisa merumuskan sedemikian sehingga karena telah melalui proses abstraksi dan idealita.
Kita dapat menerapkan rumah epoke dalam hal berdoa. Saat kita berdoa kita tidak perlu memikirkan banyak hal karena kuasa Tuhan telah melampaui batas pikiran kita. Tuhan tahu dan mengerti apa yang kita butuhkan dan kita inginkan.
Tokoh dari filsafat fondasionalism dan antitesisnya antifondasionalism adalah Brouer. Contoh kaum fondasionalism adalah semua umat beragama karena mereka mayakini bahwa Tuhan sebagai “Causa Prima”. Inilah fondamennya orang beragama. Selain itu, orang yang sudah menikag juga sebagai kaum fondasionalism dengan fondamennya ijab qabul. Lalu bagaimana dengan matematika? Semua matematikawan merupakan kaum fondasionalism karena mereka berangkat dari menetapkan definisi, aksioma, teorema, dan lain sebagainya.
Jika kita tahu kapan kita memulai maka pastilah itu fondasionalism. Sebaliknya jika kita tidak tahu kapan dimulainya maka itulah intuisi. Sebagai contoh, kapan kita mulai tahu jauh dan dekat, kapan kita mulai besar dan kecil, kapan kita mulai tahu sebentar dan lama, kapan kita tahu cinta, dan lain sebagainya. Itu semua merupakan intuisi. Jauh dan dekat, besar dan kecil merupakan intuisi ruang, sebentar dan lama merupakan intuisi waktu. Apa hubungan intuisi dengan pendidikan matematika? Mengapa banyak siswa yang tidak menyukai matematika? Siswa menjadi tidak suka dengan matematika karena siswa telah terampas intuisinya untuk belajar. Oleh karena itu, sebagai seorang guru, siswa tidak langsung diberikan tentang definisi, akan tetapi biarlah siswa mengembangkan intuisinya untuk mencoba menemukannya sendiri. Maka pada hakikatnya hidup ini merupakan kontradiksi karena kita sendiri adalah fondasionalism sekaligus antifondasionalis.
Pertanyaan:
1.      Seperti yang telah kita ketahui, bahwa siswa telah terampas intuisinya, karena guru telah member definisi dalam pembelajaran. Lalu bagaimana sikap guru yang seharusnya dilakukan agar siswa tidak terampas intuisinya?
2.      Kapan kita menjadi kaum fondasionalism dan kapan kita menjadi kaum anti-fondasionalism?

Kenikmatan atau kebahagiaan kah?





Dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari suatu pilihan dan perkara kehidupan. Pilihan yang sederhana maupun yang kompleks, perkara kecil maupun perkara besar semua pasti tidak akan pernah luput dari hidup kita. Hidup ini memang kejam apabila kita berpikir demikian, namun apabila berpikir bahwa hidup ini sangat ramah, maka kehidupan kita akan terasa harmonis dan selaras. Semua yang terjadi dalam dan pada kehidupan kita sangat  bergantung pada apa yang kita pikirkan. Apabila tidak merasa kehidupan ini sulit, susah, berat atau sangat tidak adil, maka kehidupan kita akan terasa sebagai beban, namun apabila berpikiran hidup ini indah, mudah, menyenangkan maka kehidupan ini akan terasa ringan. Kita sebagai manusia seringkali kurang bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kita sering berpikir bahwa apa yang kita lakukan saat ini sia-sia atau tidak berguna bagi kita. Kita lebih sering berpikir saat ini daripada yang akan datang. Kita jarang berpikir bahwa apa yang kita lakukan saat  ini, nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan kita yang akan datang. Berpikir saat ini dengan masa akan datang, terkadang sangat berbeda. Kita seringkali keliru membedakan antara kenikmatan dengan kebahagiaan. Kita lebih sering berpikiran pendek dan menganggap apa yang kita pilih dan lakukan adalah demi kebahagiaan kita, namun sebenarnya itu semua hanyalah kenikmatan yang bersifat sementara.
Sebagai contoh yang seringkali kita lakukan adalah memilih untuk menghindari permasalahan dalam kehidupan kita. Kita menganggap bahwa persoalan atau permasalahan yang kita hadapi telah selesai, mungkin saat itu kita merasa tidak ada beban atau tidak ada permasalahan atau persoalan lagi. Kita sudah malas untuk mencari penyelesaian dari permasalahan itu. Lalu kita menganggap bahwa dengan meninggalkan permasalan tanpa penyelesaian itu adalah suatu kebahagiaan kita, karena permasalahan itu sangat mengganggu kehidupan kita, namun sesungguhnya kita dalam situasi tersebut kita tidak bisa mendapatkan kebahagiaan karena pasti suatu saat permasalahan atau persoalan itu akan muncul kembali. Pilihan kita untuk menghindari suatu masalah bukanlah kebahagiaan namun hanyalah sebuah kenikmatan yang bersifat sementara.
Banyak orang yang berusaha untuk bisa mendapatkan jabatan yang tinggi. Kita sering beranggapan bahwa jabatan itu sangat berharga, sehingga tidak jarang yang melakukan berbagai cara untuk bisa mendapatkan suatu jabatan meskipun hharus melalui jalan singkat yang tidak baik. Seringkali kita tidak memikirkan bahwa cara atau jalan yang kita aambil itu salah. Kita lebih memikirkan bahwa jabatan yang tinggi itulah adalah tujuan bukan sarana. Padahal jabatan itu  hanyalah bersifat sementara, tidak akan berlangsung lama sepanjang hidup kita. Ironis seekali dalam kehidupan kita, kita lebih memikiran kenikmatan daripada kebahagiaan.
Pertanyaan:

FILSAFAT IDEALISME



Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka salam membahas filsafat pendidikan akamn berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Beberapa aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:
1.         Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
2.         Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill
3.         Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach.
4.         Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.


5.         Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.
6.         Filsafat Pendidikan Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff.
7.         Filsafat Pendidikan esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
8.         Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9.         Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

Filasaf idealisme (benar menurut pikiran), seringkali sangat bertentang dengan kenyataan. Banyak orang yang lebih mudah memutuskan suatu keputusan dengan pikirannya sendiri. Kita memang seringkali mudah egois dengan pikiran kita, terlebih bagi para remaja yang beralih ke masa dewasa. Di masa-masa ini, para remaja, lebih mudah memutuskan suaatu keputusan tanpa memikiran waktu jangka panjang. Para remaja kerap kali membenarkan apa yang mereka pikirkan dan menanggap orang lain tidak benar. Apapun yang dilihat apabila tidak sesuai dengan yang dipikirkannya, maka apa yang dilihatnya itu tidak benar.
Para idealis, menganggap bahwa apa yang telah dipikirkan dan dinilainya adalah tetap dan tidak berubah. Apabila orang menganggap atau memikirkan bahwa hal itu baik, cantik, cakep, benar, buruk, maka selamanya akan seperti itu tidak akan berubah dari generasi ke generasi.
Pertanyaan:
1.      Bagaimana kita agar bisa mengendalikan pikiran dan keegoisan kita?
2.      Aliran filsafat apa yang sebaiknya kita terapkan dalam pendidikan?
Referensi:
Tubagus Rangga Efarasti. _____ . Aliran-aliran Dalam pendidikan. http://forum.indonesiamengajar.org/discussion/115/aliran-aliran-dalam-filsafat-pendidikan/p1. diakses pada 28 Oktober 2012, pukul 11.23 WIB




Selasa, 16 Oktober 2012

Syukur Dalam Setiap Perkara


Dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari suatu pilihan dan perkara kehidupan. Pilihan yang sederhana maupun yang kompleks, perkara kecil maupun perkara besar semua pasti tidak akan pernah luput dari hidup kita. Hidup ini memang kejam apabila kita berpikir demikian, namun apabila berpikir bahwa hidup ini sangat ramah, maka kehidupan kita akan terasa harmonis dan selaras. Semua yang terjadi dalam dan pada kehidupan kita sangat  bergantung pada apa yang kita pikirkan. Apabila tidak merasa kehidupan ini sulit, susah, berat atau sangat tidak adil, maka kehidupan kita akan terasa sebagai beban, namun apabila berpikiran hidup ini indah, mudah, menyenangkan maka kehidupan ini akan terasa ringan. Kita sebagai manusia seringkali kurang bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Kita sering berpikir bahwa apa yang kita lakukan saat ini sia-sia atau tidak berguna bagi kita. Kita lebih sering berpikir saat ini daripada yang akan datang. Kita jarang berpikir bahwa apa yang kita lakukan saat  ini, nantinya akan bermanfaat bagi kehidupan kita yang akan datang. Berpikir saat ini dengan masa akan datang, terkadang sangat berbeda. Contoh yang sangat tampak dalam kehidupan kita dan setiap orang pasti melakukannya adalah belajar. Belajar itu bukan hanya sebatas antara guru dengan murid di sekolah, namun yang sesungguhnya dalam hidup adalah belajar untuk selalu bersyukur atas yang kita terima dalam hidup kita. Kata “syukur” mungkin itu hal yang sangat mudah diucapkan namun sangat sulit kita lakukan. Meskipun dalam keadaan susah dan senang seharusnya kita selalu mensyukuri semua yang terjadi dan kita terima dalam kehidupan ini. Tanpa kita sadari seringkali kita tidak pernah bersyukur dengan yang telah Tuhan berikan kepada kita. Sebagai contoh, seringkali kita lebih mudah menilai sisi negatif dalam diri kita daripada menilai sisi positif dalam diri kita. Karena pemikiran yang seperti itu lah yang membuat potensi dalam diri kita sulit berkembang. Kekurangan, kelemahan, keterbatasan dan ketidakmampuan yang sering kita pikirkan apabila akan mencoba suatu hal. Rasa syukur itu akan sulit apabila tidak kita pupuk dari usia dini.  
Dalam setiap perkara hendaknya kita selalu mensyukuri dengan apa yyang telah Tuhan berikan kepada kita. Dalam keadaan yang sangat sulit pun hendaknya kita selalu bersyukur. Mengapa? Mungkin itu pertanyaan yang terlintas dalam pikiran kita mengapa kita harus mensyukuri dalam keadaan sulit, bukankah itu menjadi permasalahan dalam hidup kita. Ya, dalam keadaan sulit pun kita harus selalu bersyukur, karena justru dalam keadaan yang seperti itu mata hati kita terbuka dan peka terhadap hal yang terjadi dalam hidup kita. Di saat seperti itu kita akan dapat mengetahu arti dan makna hidup yang kita jalani. Kita biasanya akan terlena dengan kehidupan yang indah, mudah, menyenangkan, sehingga kita sulit untuk memaknai setiap kejadian dalam hidup kita. Bahkan tidak jarang dari kita yang lupa untuk bersyukur dengan apa yang terjadi dalam hidup, terlebih dalam suasana bahagia.
Pada saat kita berada dalam suasana susah seringkali kita mengeluh dengan hidup kita, kita sudah merasa bahwa hidup ini tidak adil, namun dalam suasana bahagia kita juga lupa untuk bersyukur. Manusia memang seringkali egois. Di saat susah merasa hidup ini tidak adil namun dalam suasana bahagia lupa untuk bersyukur. Apabila hidup ini selalu kita syukuri, sesungguhnya hidup ini akan indah dan menyenangkan, namun apabila kita kurang bersyukur maka hidup ini tidak akan pernah indah, karena dengan tanpa bersyukur kita akan selalu merasa kurang, kurang dan kurang. Manusia tidak akan pernah puas dengan yang telah diterima. Memang ssebagai manusia kita sebaiknya tidak mudah merasa puas dengan hal yang telah kita capai, namun bukan berarti lalu kita tidak mensyukuri hasil yang kita terima. Terlebih apabila apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam situasi seperti ini kita sulit untuk menerimanya, namun kita sebagai manusia yang mempunyai akal dan pikiran, hendaknya memikirkannya dalam jangka waktu ke depan, bukan dalam waktu saat itu juga. Mungkin dibalik situasi seperti itu, Tuhan telah merencanakan hal yang lebih indah dan lebih tepat untuk kita. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan meskipun tidak kita inginkan dan semua yang ada dalam hidup kita telah direncang oleh Tuhan dengan begitu indah dan sempurna. Semua yang terjadi dalam hidup kita akan indah adanya. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya dalam hidup sulit sendiri. Tuhan selalu ada untuk kita. Untuk itu, dalam setiap perkara kita hendaknya selalu bersyukur. Tidak ada kehidupan yang sulit, tidak ada kehidupan yang tidak adil, tidak ada kehidupan dalam pencobaan dan tidak ada kehidupan yang kejam, apabila kita menjalankannya penuh dengan rasa syukur.